karya HAMKA ( Haji Abdul Muhammad Kharim Amrullah) Tahun
1939
Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto
(Padang panjang) , seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk
Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena
tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk
Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk
kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan
ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah
pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih terbunuh. Pendekar Sutan
ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian
dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah
Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan
Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun
kemudian, lahirlah Zainuddin.
Saat Zainuddin masih kecil, ibunya
meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base,
teman ayahnya. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke
Batipuh, sumbar, mencari sanak keluarganya di negeri asli ayahnya. Dengan berat
hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.
Sampai di Padang, Zainuddin langsung
menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sana, ia begitu gembira, namun lama-lama
kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia
harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar.
Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing,
sementara di Makassar dia juga dianggap orang asing karena kuatnya adat
istiadat pada saat itu. Ia pun jenuh hidup di batipuh, dan saat itulah ia
bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah,
menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat,
mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar kedekatan mereka tersiar luas
dan menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena keluarga Hayati merupakan
keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluargany, adat istiadat
mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau, Ibunya berasal dari Makassar.
Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati,
mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang
(berjarak sekitar 10 km dari batipuh) dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin
berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati
datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan kuda. Ia menginap di rumah
temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang
di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak
ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.
Karena berada dalam satu kota (Padang Panjang) akhirnya Zainuddin dan Aziz
bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.
Mak Base meninggal, dan mewariskan
banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran
kepada Hayati di Batipuh.Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz.
Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak
oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih
beradab, dan asli Minangkabau, dan Hayatipun akhirnya memilih Aziz sebaagai
suaminya. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata
sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Namun apalah
dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah penolakan dari Hayati, Zainuddin
jatuh sakit selama dua bulan.
Atas bantuan dan nasehat Muluk,
Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.
Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Dengan nama samaran
"Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai
pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan
kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin
melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.
Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke
Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya. Suatu kali, Hayati mendapat sebuah
undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan
Shabir atau "Z". Karena ajakan Hyati Aziz bersedia menonton
pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir
atau "Z"adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan
Zainuddin dengan Aziz.
Semenjak mereka Hijrah ke Surabaya
semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main
perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit
banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan mereka terpaksa menumpang di rumah
Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu, sebenarnya dia masih sakit hati
kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah ingkar janji. Karena tak kuasa
menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, setelah sebulan tinggal serumah, Aziz
pergi ke Banyuwangi mencari pekerjaan dan meninggalkan isterinya bersama
Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk
tidur.
Beberapa hari kemudian, diperoleh
kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Melalui surat Aziz meminta supaya
Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari sebuah
surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di
Banyuwangi. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi
kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati
pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang
Kapal Van Der Wijck.
Setelah Hayati pergi, barulah
Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah
membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah
kematianku di dalam mengenang engkau.” Oleh sebab itulah setelah keberangkatan
Hajati ia berniat menyusul Hajati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian
menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.
Harapan Zainuddin temyata tak
tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hajati tenggelam di perairan
dekat Tuban. Hajati tak dapat diselamatkan.
Di sebuah rumah sakit di daerah
Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto
Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati
berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat
itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia.
Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan
pusara Hayati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar