Gaya
kepemimpinan memiliki peranan penting dalam suatu organisasi, hal ini
berkaitan erat dengan hubungan yang terjadi antara atasan dan bawahan
karena pada dasarnya gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin dalam
suatu organisasi akan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja
dari para bawahannya.
Pada
dasarnya Gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang
demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan
Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara
keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut
dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Dalam memimpin sebuah organisasi, para pimimpin memiliki berbagai gaya. Beberapa gaya kepemimpinan, diantaranya adalah :
1. Gaya Ekstern (menurut Teori Perilaku)
Studi
kepemimpinan melalui pendekatan perilaku, menghasilkan dua orientasi
perilaku pemimpin, yaitu perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas
atau yang mengutamakan penyelesaian tugas (task orientation) dan
perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang/karyawan atau yang
mengutamakan dalam penciptaan hubungan-hubungan manusiawi (people orientation). Perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas akan menampilkan gaya kepemimpinan otokratik, sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan manusia menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. Berdasarkan Penjelasan tersebut, teori perilaku terbagi menjadi:
a. Teori X dan Teori Y
Douglas
Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang saling bertentangan tentang
kodrat manusia, model ini dijelaskan dalam dua perangkat asumsi yang
dikenal sebagai teori X dan teori Y . menurut McGregor, mengelola (managing)
harus dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai bagaimana
para manajer memandang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan yang
lain.
McGregor memasukkan asumsi tradisional ke dalam teori X. menurut teori X,manusia memiliki sifat sebagai berikut :
· Manusia rata-rata memiliki ketidaksukaan yang melekat dalam dirinya atas pekerjaan dan cenderung untuk menghindar, bila mungkin.
· Oleh
karena itu, kebanyakan dari mereka harus dipaksa, diawasi, diarahkan,
dan diancam dengan hukuman untuk membuat mereka bekerja ke arah
pencapaian sasaran organisasi.
· Manusia
rata-rata suka untuk diatur, ingin menghidari tanggung jawab, memiliki
ambisi yang tidak seberapa, dan menghendaki keamanan.
Sedangkan menurut teori Y, sifat manusia itu adalah :
· Usaha yang bersifat fisik maupun mental yang dilakukan manusia dalam bekerja sama halnya dengan bermain ataupun istirahat.
· Pengawasan
eksternal dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat umtuk meghasilkan
usaha ke arah sasaran organisasi. Manusia akan memimpin dan
mengendalikan dirinya sendiri untuk sasaran perusahaan.
· Tingkat keterlibatan mereka pada sasaran organisasi sebanding dengan penghargaan (rewards) yang diberikan organisasi karena prestasi mereka.
· Kebanyakan manusia dalam kondisi yang kondusif, mereka tidak hanya menerima tapi juga menghendaki tanggung jawab.
· Dibawah kondisi kehidupan industri modern, potensi-potensi intelektual kebanyakan manusia hanya dimanfaatkan sebagian saja.
2. Gaya Situasional
Kepemimpinan situasional adalah kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara (Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, 1984);
a. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (perilaku tugas)
b. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan)
c. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).
Dalam
hubungannya dengan perilaku pemimpin tersebut, ada dua hal yang
biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya yakni
perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.
Menurut
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, seorang pemimpin harus memahami
kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan
gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
- Tingkat kematangan M1 (kemampuan dan kemauan bawahan rendah) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, dan mengistruksikan secara spesifik.
- Tingkat kematangan M2 (kemampuan bawahan rendah tapi kemauannya tinggi), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk.
- Tingkat kematangan M3 (kemampuan bawahan tinggi tapi kemauannya rendah) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Participating, yaitu saling bertukar ide dan memberi kesempatan untuk mengambil keputusan.
- Tingkat kematangan M4 (kemampuan dan kemauan bawahan tinggi) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Gaya Delegating, yaitu mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan sistem pengawasan yang baik.
Penjabaran lebih lanjut mengenai situasi dan tipe gaya kepemimpinan dapat dikemukakan sebagai berikut
a. Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan (TELLING-DIRECTING)
Gaya telling-directing
atau disebut juga sebagai gaya menginstruksikan kepada pengikut yang
rendah tingkat kematangannya. Seseorang yang tidak mampu dan tidak mau
memikul tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu merupakan seseorang
yang tak kompeten dan tidak memiliki keyakinan. Biasanya ketidakmauan
mereka merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurangnya pengalaman
dan pengetahuan mengenai tugas yang diberikan.
Gaya
kepemimpinan yang tepat adalah instruksi karena peranan pemimpin yang
membatasi peranan bawahan dan menginstruksikan kepada mereka tentang
apa, bagaimana, bilamana, dan dimana harus melakukan tugas tertentu.
b. Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (SELLING-COACHING)
Gaya selling-coaching
dapat dikatakan juga sebagai gaya konsultasi yang diterapkan untuk
bawahan dengan tingkat kematangan rendah sampai ke tingkat sedang.
Seseorang yang tak mampu namun berkeinginan untuk memikul tanggung
jawab, memiliki keyakinan tapi kurang memiliki keterampilan/keahlian.
Oleh karena itu, gaya konsultasi merupakan gaya yang sesuai dipergunakan
dalam situasi seperti ini, yang dapat memberikan perilaku mengarahkan
karena bawahan kurang mampu juga memberikan perilaku mendukung untuk
memperkuat kemampuan dan antusiasme bawahan. Dalam gaya ini, komunikasi
dua arah akan membantu mempertahankan motivasi bawahan yang tinggi dan
pada saat yang sama, tanggung jawab untuk kontrol atas pembuatan
keputusan tetap ada pada pimpinan.
c. Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama (PARTICIPATING-SUPPORTING)
Gaya
partisipasi dipergunakan bagi bawahan dengan tingkat kematangan sedang
merujuk ke tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki
kemampuan tetapi kemauannya rendah untuk melakukan suatu tugas yang
diberikan. Ketidakmauan itu disebabkan oleh ketidakyakinan mereka untuk
mengerjakan tugas yang diberikan. Dalam kasus ini, pimpinan perlu
membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengar dan
mendukung usaha-usaha para pengikut untuk menggunakan kemampuan yang
mereka miliki. Melalui gaya partisipasi, pimpinan dan bawahan bisa
saling bertukar ide dalam pembuatan keputusan dengan peranan utama
pimpinan memberikan fasilitas dan berkomunikasi.
d. Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian (DELEGATING)
Gaya
delegasi digunakan bagi bawahan dengan tingkat kematangan tinggi.
Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah orang-orang
yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi untuk memikul sebuah
tanggung jawab. Gaya kepemimpinan ini memberikan sedikit pengarahan,
para bawahan diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan
tentang bagaimana, kapan, dan dimana melakukan suatu tugas. Karena
secara psikologis bawahan sudah matang, maka tidak diperlukan banyak
komunikasi dua arah atau perilaku mendukung.
Fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan
suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi
yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi
hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk
pembuatan kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu
sendiri.
Fungsi
pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana
suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di
antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan sktivitas yang
informal, santai dan menghibur.
Pendidikan
adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok
secara formal maupun informal bekerja unutk mencapai dan mempertukarkan
pengetahun. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari
para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat
dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor,
yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan
dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota
kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota
kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa
pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungai
edukasi ini akan tercapai.
Dalam
fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan
anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang
yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa
resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika
usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai
yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi
tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah
membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
Fungsi
keompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan
persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem
solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak
diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making)
berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi,
pemecahn masalah menghasilkan materi atu bahan untuk pembuatan
keputusan.
Terapi
adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan
dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan.
Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai
perubahan personalnhya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi
dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha
utamanya adalh membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok
mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok
konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok
berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi
dikenal dengan nama pengungkapan ciri (self disclosure). Artinya, dalam
suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara
terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik
antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin
atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar