Minggu, 11 Oktober 2015

ASAL USUL DANAU TOBA DAN UNSURNYA





              Pada suatu pagi, Kokar mengangkat bubunya dari sebuah parit. Alangkah senang hatinya ketika didapatnya seekor dekke (ikan) yang besar. Ikan itu ditaruhnya dalam kolam disamping rumah, lalu ia pergi ke sawah.
              Setelah mengerjakan sawah ladangnya, kokar terkejut karena melihat seorang gadis yang sangat cantik berdiri didekat kolam ikannya. “Jangan takut dan heran, wahai Kokar! Saya adalah seorang putri raja jin penghuni pegunungan disekitar sini. Kau pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” kata putri yang jelita itu. Belum sempat kokar berkata, putri jin itu melanjutkan kata-katanya. “Tetapi ada satu syarat yang harus kau penuhi, Kokar. Syarat itu adalah janji yang tidak boleh dilanggar. Bila kita nanti dikaruniai anak, jika itu nakal jangan sekali-kali memarahi dan mengatakan anak dekke! Apabila engkau melanggar, kita akan berpisah untuk selamanya. Engkau dan anak kita akan binasa,” kata putri cantik itu.
              Beberapa hari kemudian dilaksanakanlah pernikahan Kokar dengan putri tersebut secara meriah sesuai adapt daerah itu. Setahun kemudian istri Kokar melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Anaknya baik dan lincah. Akan tetapi, semakin besar sikapnya bertambah nakal.
              Suatu hari, Kokar pulang dari sawah. Sehabis membasuh kaki, tangan, dan muka Kokar menuju keruang makan. Ia terkejut karena hidangan di meja telah habis, tentu dimakan oleh Samosir, putranya sendiri. Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.
              Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir lari mencari ibunya dan mengatakan seperti ayahnya. Mendengar kata anaknya, ibu Samosir gemetar sambil berkata. “O……., anakku! Tiba juga saat yang mengetikan. Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung. Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!”
             Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.
             Putri jin kembali ke asalnya. Lembah subur menjadi telaga yang disebut Danau Toba. Gunung tempat Samosir meninggal disebut Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.



Unsur intrinsik cerita “Asal Usul Danau Toba”.

1. Tema: Kokar lupa akan janjinya kepada istrinya.
Buki : “……..Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.

2. Penokohan dan perwatakan
a) Tokoh utama → Kokar : Rajin dan pemarah, pelupa.
Bukti : “……Kau adalah pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” (paragraph 2)
→ “……..Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya”. (Paragraf 6)
→ Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung.” (Paragraf 7)
b) Tokoh sampingan → Samosir : baik dan lincah menjadi nakal.
Bukti : “Setahun kemudian istri kokar melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Anaknya baik dan lincah. Akan tetapi, semakin besar sikapnya bertambah nakal.” (Paragraf 5).
→ Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung.” (Paragraf 7)
→ Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!” (Paragraf 7)

3. Alur/Plot : maju
a) Pengenalan
Bukti : Pada suatu pagi, kokar mengangkat bubunya dari sebuah parit. Alangkah senang hatinya ketika didapatnya seekor dekke (ikan) yang besar. Ikan itu ditaruhnya dalam kolam disamping rumah, lalu ia pergi ke sawah.
→ Setelah mengerjakan sawah ladangnya, kokar terkejut karena melihat seorang gadis yang sangat cantik berdiri didekat kolam ikannya.
→ “Jangan takut dan heran, wahai kokar! Saya adalah seorang putrid raja jin penghuni pegunungan disekitar sini. Kau pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” kata putri yang jelita itu.
→ Belum sempat kokar berkata, putri jin itu melanjutkan kata-katanya.
“Tetapi ada satu syarat yang harus kau penuhi, kokar. Syarat itu adalah janji yang tidak boleh dilanggar. Bila kita nanti dikaruniai anak, jika itu nakal jangan sekali-kali memarahi dan mengatakan anak dekke! Apabila engkau melanggar, kita akan berpisah untuk selamanya. Engkau dan anak kita akan binasa,” kata putri cantik itu.

b) Muncul masalah
Bukti : Suatu hari, Kokar pulang dari sawah. Sehabis membasuh kaki, tangan, dan muka Kokar menuju keruang makan. Ia terkejut karena hidangan di meja telah habis, tentu dimakan oleh Samosir, putranya sendiri. Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.
→ Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir lahi mencari ibunya dan mengatakan seperti ayahnya. Mendengar kata anaknya, ibu Samosir gemetar sambil berkata. “O……., anakku! Tiba juga saat yang mengetikan. Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung. Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!”
→ Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.

c) Keadaan mulai memuncak
Bukti : Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.

d) Akhir
Bukti : Putri jin kembali ke asalnya. Lembah subur menjadi telaga yang disebut Danau Toba. Gunung tempat Samosir meninggal disebut Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.
4. Latar
a) Latar waktu : siang hari
b) Latar tempat : Rumah/sawah
c) Latar suasana : Mengerikan

5. Amanat
“ Jangan sembarang janji kepada orang lain kalau kita tidak mampu menjaganya”.


Unsur Ekstrinsik
1. Nilai moral → Orang yang rutin dan baik pasti akan membuahkan hasil yang bagus.
2. Nilai kebudayaan → Sebuah pernikahan dilaksanakan sesuai adat daerah itu.



















Jaka Tarub


Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang yang tengah disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari, karena tidak menemukan selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah senja.
 Singkat cerita, keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa. Nawangwulan bergabung kembali bersama bidadari lain.
Akibat hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata disembunyikan suaminya di dalam lumbung.
Nawangwulan tidak menyangka bahwa selama ini suaminya sendiri yang menyembunyikan selendangnya. Ia sangat marah dan kecewa terhadap suaminya. Ketika Jaka Tarub sampai di rumah setelah berburu di hutan, Nawangwulan bertanya kepada Jaka Tarub kenapa ia menyembunyikan selendangnya. Jaka Tarub terkejut ketika Nawangwulan bertanya tentang hal itu. Jaka Tarub meminta maaf kepada istrinya dan menjelaskan kenapa ia menyembunyikan selendangnya. Ia melakukan hal itu agar Nawangwulan tidak pernah kembali lagi ke khayangan.
Namun, Nawangwulan yang terlanjur marah dan kecewa tidak mau mendengarkan perkataan dan permintaan maaf Jaka Tarub. Ia bertekad akan kembali ke khayangan. Jaka Tarub memohon agar istrinya tidak kembali ke khayangan. Tetapi,  Nawangwulan tetap dengan pendiriannya.
Setelah kepergian Nawangwulan, Jaka Tarub sendiri yang merawat putri kecilnya. Mulai dari memberi makan, memandikan semua dilakukannya sendiri. Hingga suatu hari Nawangsih sakit, Jaka Tarub bingung harus melakukan apa. Ia ke telaga tempat di mana ia dan Nawangwulan bertemu. Ia memanggil-manggil nama Nawangwulan agar segera kembali ke bumi.
Di khayangan, Nawangwulan sedang bingung apakah ia akan kembali ke bumi atau tidak. Jika ia kembali ke bumi maka ia akan menjadi manusia seutuhnya dan tidak akan pernah kembali lagi ke khayangan. Tetapi jika ia tidak kembali lagi ke bumi, bagaimana dengan Nawangsih yang sedang sakit. Nawangwulan bercerita kepada para bidadari dan meminta nasihat apa yang harus dilakukannya saat ini.
Akhirnya Nawangwulan kembali lagi ke bumi dan menjadi manusia seutuhnya. Ia tidak akan pernah bisa kembali ke khayangan lagi. Jaka Tarub yang melihat Nawangwulan kembali merasa sangat senang. Nawangwulan berkata bahwa ia akan tinggal di bumi selamanya dan menjadi manusia seutuhnya. Ia berkata akan memulai kehidupan barunya di bumi bersama Nawangsih dan Jaka Tarub. Mereka kemudian hidup bersama dan menjadi keluarga yang bahagia.    

1. Unsur Instrinsik
• Tema   : Kecerobohan membawa malapetaka
• Alur   : Maju
• Latar  
ü Tempat  : desa, rumah Jaka Tarub, telaga, dangau, hutan,  lumbung padi, dapur
ü Waktu  : pagi hari, sore menjelang petang, malam, siang
ü Suasana  : bahagia, sedih
• Sudut pandang  : Orang ketiga
• Ragam bahasa  : Baku
• Tokoh  
ü Jaka Tarub
ü Dewi Nawang Wulan
ü Nawang Asih
ü  Nyi Randa Taru
ü Bidadari
• Penokohan  :  
ü Jaka Tarub  : Berwatak pembohong, tidak menjaga amanah, 
       setia, penolong.              (Secara Dramatik/tidak langsung) dengan                       Fikiran tokoh.
ü Nawang Wulan : Berwatak penyayang, perhatian, pekerja keras,  pemaaf.  (Secara Dramatik/tidak langsung) dengan Dialog antartokoh.
ü Nyi Randa Taru : penyayang,tulus, baik
ü Nawang Asih : setia
ü Bidadari  : egois 
• Amanat   : Segala sesuatu yang disembunyikan, pasti akan terbongkar, juga. Oleh karena itu, kita harus jujur dan tidak melanggar   amanah. Selain itu, sebagai manusia, kita harus saling memaafkan.


2. Unsur Ekstrinsik   

1. Nilai Moral  : - Jaka Tarub mengambil selendang Nawang Wulan
  - Jaka Tarub melanggar amanah dari Nawang Wulan
2. Nilai Sosial : - Nyi Randa mengasuh Jaka Tarub yang bukan anak          kandungnya
  - Jaka Tarub menolong Nawang Wulan
3. Nilai Budaya : - Nawang Wulan menumbuk padi 
  - Pemberian nama pada Nyi Randa Taru seperti kebiasaan 
    masyarakat Jawa.
4. Nilai Ekonomi : - Persediaan beras di lumbunf padi mereka menipis










MALIN KUNDANG

Suatu ketika, hiduplah seorang anak yang rajin dan pintar bernama Malin Kundang. Dia tinggal di pantai dengan ibunya yang tua. Mereka hidup harmonis dan cukup bahagia meskipun hidup dalam kemiskinan.

Suatu hari, sebuah kapal besar berlabuh ke pantai dekat desa Malin. Orang-orang dari kapal besar meminta masyarakat untuk bergabung dan bekerja di kapal mereka karena mereka akan pergi ke berdagang  antar  pulau. Malin Kundang sangat tertarik, ia ingin bergabung dengan kapal besar karena ia ingin meningkatkan kualitas hidup keluarganya. Tapi, Ibu Malin khawatir dengan  Malin, sehingga Malin tidak mendapatkan izin dari ibunya. Kemudian, Malin masih terus argumen sampai ibunya berkata ya. Akhirnya, ia bergabung dan berlayar bersama  kapal besar tersebut.

Setelah lima tahun kemudian, Malin Kundang menjadi pedagang yang kaya karena dia sukses di perdagangan Antar Pulau. Setelah itu, ia menikah dengan putri cantik dari pedagang kaya yang lainnya. Kemudian, dia kembali ke desanya dengan istrinya yang cantik tersebut. Istrinya tidak tahu keluargasebenarnya dari Malin dan keturunannya. Mendengar berita baik tersebut, Ibu Malin berjalan cepat mendekati Malin dengan kebahagiaan. Dia membawa sepiring kue Bika karena Malin sangat menyukainya. Tapi, apa yang ia dapatkan, Malin bertindak seolah tidak pernah tahu siapa dia. Malin tidak mengakui bahwa perempuan tua itu sebagai ibunya yang miskin, dan kemudian dia menendang kue Bika yang dibawa oleh ibu Malin sampai hancur berkeping-keping.

Sang ibu sangat patah hati karena Malin durhaka dengan dia, wanita yang mengurusinya dari kecil dantelah melahirkannya. Kemudian, ibunya mengatakan bahwa jika dia bukanlah malin yang dai kenal, dia akan pergi dengan kebahagiaan. Tapi, jika ia benar-benar Malin, dia mengutuk Malin menjadi batu.

Tiba-tiba, kapal besar Malin Kundang terombang-ambing oleh hujan besar dan badai. Hal itu membuat semua kru di kapal besar tesebut terpental keluar. Malin menyadari bahwa itu kesalahannya yang durhakakepada ibunya. Guntur datang ke kapal besar dan kapal terbagi bagi menjadi banyak kepingan. Beberapa potongan datang ke desa malin itu. Akhirnya, ibunya menemukan Malin Kundang sujud dan ia menjadi batu.




1.      Tema     : Kedurhakaan terhadap Orang Tuanya
Bukti           : Terletak pada paragraph ke 4
“Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya. “
2.      Tokoh
a.      Malin Kundang    
b.      Ibu Malin Kundang

3.      Perwatakan
a.      Malin Kundang : Protagonis  dan Antagonis
Bukti     : Terletak pada Paragraf ke 2 dan 4
“Malin Kundang bermaksud untuk pergi merantau ke negeri seberang guna merubah nasib hidup dan masa depannya”(Protagonis)
“Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.” (Antagonis)
b.      Ibu Malin Kundang          : Baik Hati  dan Penyayang ( Protagonis )
Bukti  : Terletak pada paragraph ke 1 dan 2
“Jadilah Malin Kundang anak yatim, yang sehari-hari dirawat dan dibesarkan oleh ibunya dengan mencari kayu api atau menangkap ikan di tepi pantai. Dengan penuh kasih sayang Malin Kundang dibesarkan ibunya hingga beranjak remaja.”
“Sang ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai dengan cucuran air mata. Tinggallah ibunya seorang diri dan berdo’a semoga Malin Kundang berhasil di rantau orang.”
4.      Alur        : Maju
5.      Latar
a.      Latar Tempat      :  Di Pantai Air Manis
Terletak Pada Paragraf ke 1 : “Alkisah, hiduplah seorang perempuan miskin di sebuah kampung nelayan di Pantai Air Manis.”
Terletak pada paragraph ke 2 : “Pada suatu hari di tengah deruan ombak pantai Air Manis, Malin Kundang mengutarakan maksud hatinya kepada ibunya”
Terletak pada paragraph ke 3 : “Bulan berganti, tahun berlalu, terdengarlah berita dari nakhoda yang sering berlabuh di Pantai Air Manis.”
Terletak pada paragraph ke 4 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa Malin Kundang di pantai Air Manis.”
Terletak pada paragraph ke 6 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa Malin Kundang di pantai Air Manis.”
b.      Latar Waktu        :  Siang dan Malam
Terletak pada paragraph ke 3 dan 4 : “Tiap malam sang ibu berdo’a semoga Malin Kundang segera kembali. Sungguh sang ibu sangat merindukannya. “ (3)
“Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”(4)
c.        Latar Suasana : Bahagia dan Menyedihkan
Terletak pada paragraph ke 2 : “Sang ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai dengan cucuran air mata.”
Terletak pada paragraph ke  3 : “Alangkah bahagianya ibu Malin Kundang mendengar kabar baik tersebut.”
Terletak pada paragraph ke 4 : ““Malin, Malin, ini ibu nak“, sahut ibu sambil berlinangan air mata karena bahagianya. Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”
6.      Amanat :
“ Janganlah durhaka terhadap orang tua apalagi terhadap ibu kita. Durhaka terhadap orang tua apalagi terhadap seorang ibu merupakan perilaku yang tercela dan sangat dilarang oleh agama. Ingatlah bahwa Surga berada di bawah telapak kaki  ibu. Oleh karena itu, berprilaku baik dan lemah lembut lah terhadap ibu kita.”
7.      Sudut Pandang : Orang Ketiga.


Unsur Ekstrinsik
·        Ekonomi : Keluarga yang miskin dan memprihatinkan .
·        Budaya    : Adat Padang.
















Keong Mas

 

Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana.
Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga candra kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek menegurnya ” siapa gerangan kamu putri yang cantik ? ” Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku ” kata keong emas, kemudian candra kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek itu tertegun melihatnya.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihatnya tunangannya sedang memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada saat itu muncul nenek pemilik gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya keistana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman yang setimpal. Karena takut Galuh Ajeng melarikan diri kehutan, kemudian ia terperosok dan jatuh kedalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek dadapan yang baik hati itu keistana dan mereka hidup bahagia.





a Unsur Intrinsik

a)      Tema                  :  Seseorang yang hidup dalam kemiskinan dan terlalu banyak bermimpi.
b)      Alur                    :  alur yang di gunakan adalah alur Maju
c)      Gaya bahasa       :  dalam teater ini menggunakan makna Denotasi, dan terdapat puisi  dan pantun
d)     Latar                   :
·         Tempat : Rumah Abu, Pabrik, di Jalan.
·         Waktu : malam, pagi, dan siang.
·         Suasana: Menyenangkan dan menyedihkan
e)      Tokoh dan watak  :
1.    Emak                     : Licik, dan pembuai
2.    Abu                        : Pemalas, miskin, dan selalu bermimpi
3.    Iyem                      : Cerewet, dan Suka marah-marah
4.    Yang Kelam          : Jahat,
5.    Bulan                     : Baik, tidak tegaan, dan mudah menangis
6.    Majikan I               : Gagah, garang atau galak
7.    Majikan 2               : Baik, lebih mengerti Abu
8.    Pengeran tampan   : Penghibur, penolong. Dan lucu
9.    Putri cina               : Genit
10.  Jin Baghdad          : Jahat
11.  Kakek                    : Baik hati
12.  Bel                         : Penolong
13.  Pasukan yang kelam
14.  koor
f)       Sudut Pandang  :  Sudut Pandang yang digunakan adalah Sudt pandang orang ketiga
g)      Amanat              : jika kita ingin sukses kita harus berusah janfgan hanya bermimpi dan berkhayal








RORO JONGRANG

Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.
Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.
Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”,Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.
Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.
Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.
Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.
Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”
Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.
Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”
Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.


Unsur intrinsik pada Legenda :
1. Tema : Asal Mula Candi Prambanan
2. Seting
a. Tempat : Prambanan
b. Waktu : Malam hari dan Pagi hari.
c.Suasana : Menegangkan dan Menakutkan.
3.Alur : Maju.
4.Penokohan
a. Antagonis : Bandung Bondowoso dan Loro Jonggrang.
b. Figuran : Rakyat, Tentara, Para jin.
5.Amanat : Jadilah orang yang menepati janji jika tidak ingin balasanya tertimpa pada diri sendiri.
6.Sudut pandang :Orang ke tiga.
7.Gaya bahasa : Majas,peribahasa.

Unsur Ekstrinsik : Bernilai social, nilai pendidikan, Budaya





TELAGA WARNA

Kalau kita pergi ke daerah Puncak, Jawa Barat, di sana terdapat sebuah telaga yang bila dilihat pada hari cerah akan terkesan airnya berwarna-warni. Telaga itu namanya Telaga Warna dan konon merupakan air mata tangisan seorang ratu.
Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja. Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu.
Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.
Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya.. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisannya diikuti oleh semua orang.
Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana.
Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.

A.       UNSUR INTRINSIK
1.      Tema
Dalam legenda Telaga Warna bertema “Kemanusiaan”.
2.      Tokoh dan watak
a.       Raja  Prabu Suwartalaya           :  Penyayang, baik hati, dan bijaksana.
b.      Ratu Purbamanah                       :  Penyayang.
c.       Putri Gilang Rukmini                 :  Durhaka kepada orang tua, pemarah, dan  manja.
d.      Penasehat Raja

3.      Alur
Legenda Telaga Warna Menggunakan alur Maju.

4.      Latar/Setting
a.       Tempat      : Istana
b.      Suasana     : 1. Menyenangkan
  2. Sedih
  3. Mengejutkan
  4. Hening

5.      Amanat
a.       Kita harus menghargai setiap pemberian yang diberikan pada kita.
b.      Sebagai anak kita tidak boleh durhaka pada orang tua.

B.     UNSUR EKSTRINSIK
1.      Nilai sosial
Ketika ahli perhiasan membuatkan kalung yang sangat indah untuk putri.
2.      Nilai Moral
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
3.      Nilai Kepercayaan
Pada Saat Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar