Pada suatu pagi, Kokar mengangkat bubunya dari sebuah parit. Alangkah senang hatinya ketika didapatnya seekor dekke (ikan) yang besar. Ikan itu ditaruhnya dalam kolam disamping rumah, lalu ia pergi ke sawah.
Setelah mengerjakan sawah ladangnya, kokar terkejut karena melihat seorang gadis yang sangat cantik berdiri didekat kolam ikannya. “Jangan takut dan heran, wahai Kokar! Saya adalah seorang putri raja jin penghuni pegunungan disekitar sini. Kau pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” kata putri yang jelita itu. Belum sempat kokar berkata, putri jin itu melanjutkan kata-katanya. “Tetapi ada satu syarat yang harus kau penuhi, Kokar. Syarat itu adalah janji yang tidak boleh dilanggar. Bila kita nanti dikaruniai anak, jika itu nakal jangan sekali-kali memarahi dan mengatakan anak dekke! Apabila engkau melanggar, kita akan berpisah untuk selamanya. Engkau dan anak kita akan binasa,” kata putri cantik itu.
Beberapa hari kemudian dilaksanakanlah pernikahan Kokar dengan putri tersebut secara meriah sesuai adapt daerah itu. Setahun kemudian istri Kokar melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Anaknya baik dan lincah. Akan tetapi, semakin besar sikapnya bertambah nakal.
Suatu hari, Kokar pulang dari sawah. Sehabis membasuh kaki, tangan, dan muka Kokar menuju keruang makan. Ia terkejut karena hidangan di meja telah habis, tentu dimakan oleh Samosir, putranya sendiri. Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.
Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir lari mencari ibunya dan mengatakan seperti ayahnya. Mendengar kata anaknya, ibu Samosir gemetar sambil berkata. “O……., anakku! Tiba juga saat yang mengetikan. Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung. Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!”
Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.
Putri jin kembali ke asalnya. Lembah subur menjadi telaga yang disebut Danau Toba. Gunung tempat Samosir meninggal disebut Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.
Unsur intrinsik cerita “Asal Usul
Danau Toba”.
1. Tema: Kokar lupa akan janjinya kepada istrinya.
Buki : “……..Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.
2. Penokohan dan perwatakan
a) Tokoh utama → Kokar : Rajin dan pemarah, pelupa.
Bukti : “……Kau adalah pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” (paragraph 2)
→ “……..Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya”. (Paragraf 6)
→ Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung.” (Paragraf 7)
b) Tokoh sampingan → Samosir : baik dan lincah menjadi nakal.
Bukti : “Setahun kemudian istri kokar melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Anaknya baik dan lincah. Akan tetapi, semakin besar sikapnya bertambah nakal.” (Paragraf 5).
→ Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung.” (Paragraf 7)
→ Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!” (Paragraf 7)
3. Alur/Plot : maju
a) Pengenalan
Bukti : Pada suatu pagi, kokar mengangkat bubunya dari sebuah parit. Alangkah senang hatinya ketika didapatnya seekor dekke (ikan) yang besar. Ikan itu ditaruhnya dalam kolam disamping rumah, lalu ia pergi ke sawah.
→ Setelah mengerjakan sawah ladangnya, kokar terkejut karena melihat seorang gadis yang sangat cantik berdiri didekat kolam ikannya.
→ “Jangan takut dan heran, wahai kokar! Saya adalah seorang putrid raja jin penghuni pegunungan disekitar sini. Kau pemuda yang rajin dan baik budi, maka saya disuruh menemuimu dan mendampingimu sebagai seorang istri,” kata putri yang jelita itu.
→ Belum sempat kokar berkata, putri jin itu melanjutkan kata-katanya.
“Tetapi ada satu syarat yang harus kau penuhi, kokar. Syarat itu adalah janji yang tidak boleh dilanggar. Bila kita nanti dikaruniai anak, jika itu nakal jangan sekali-kali memarahi dan mengatakan anak dekke! Apabila engkau melanggar, kita akan berpisah untuk selamanya. Engkau dan anak kita akan binasa,” kata putri cantik itu.
b) Muncul masalah
Bukti : Suatu hari, Kokar pulang dari sawah. Sehabis membasuh kaki, tangan, dan muka Kokar menuju keruang makan. Ia terkejut karena hidangan di meja telah habis, tentu dimakan oleh Samosir, putranya sendiri. Timbullah amarah Kokar kepada anaknya. Dicarinya Samosir. Ketika hendak tertangkap, Samosir tertawa terbahak-bahak. Kokar semakin marah, maka ia lupa janjinya kepada istrinya dengan berkata, “Pantaslah kamu semakin nakal kepada orang tua karena kamu memang anak dekke (ikan)!”.
→ Mendengar kata-kata ayahnya, Samosir lahi mencari ibunya dan mengatakan seperti ayahnya. Mendengar kata anaknya, ibu Samosir gemetar sambil berkata. “O……., anakku! Tiba juga saat yang mengetikan. Ayahmu telah lupa pada janjinya. Sekarang pergilah ke puncak gunung. Karena kenakalanmu, kita semua harus berpisah. Tempat ini akan dilanda banjir besar, anakku!”
→ Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.
c) Keadaan mulai memuncak
Bukti : Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.
d) Akhir
Bukti : Putri jin kembali ke asalnya. Lembah subur menjadi telaga yang disebut Danau Toba. Gunung tempat Samosir meninggal disebut Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.
4. Latar
a) Latar waktu : siang hari
b) Latar tempat : Rumah/sawah
c) Latar suasana : Mengerikan
5. Amanat
“ Jangan sembarang janji kepada orang lain kalau kita tidak mampu menjaganya”.
Unsur Ekstrinsik
1. Nilai moral → Orang yang rutin dan baik pasti akan membuahkan hasil yang bagus.
2. Nilai kebudayaan → Sebuah pernikahan dilaksanakan sesuai adat daerah itu.
Bukti : Sebentar kemudian keadaan berubah, gelap. Halilintar menggelegar dan kilat bersautan. Hujan turun tiada hentinya, Banjir segera terjadi. Lembah yang subur digenangi air. Semua penduduk binasa termasuk Kokar. Samosir yang di puncak gunung dicekam ketakutan hingga meninggal di puncak gunung tersebut.
d) Akhir
Bukti : Putri jin kembali ke asalnya. Lembah subur menjadi telaga yang disebut Danau Toba. Gunung tempat Samosir meninggal disebut Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.
4. Latar
a) Latar waktu : siang hari
b) Latar tempat : Rumah/sawah
c) Latar suasana : Mengerikan
5. Amanat
“ Jangan sembarang janji kepada orang lain kalau kita tidak mampu menjaganya”.
Unsur Ekstrinsik
1. Nilai moral → Orang yang rutin dan baik pasti akan membuahkan hasil yang bagus.
2. Nilai kebudayaan → Sebuah pernikahan dilaksanakan sesuai adat daerah itu.
Jaka Tarub
Jaka Tarub
adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk
hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah
telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari sedang
mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang yang
tengah disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai
mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari,
karena tidak menemukan selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal
pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu
muncul dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu
bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah senja.
Singkat cerita,
keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai
Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak
sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri.
Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya
sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka
Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak
nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak
nasi seperti umumnya wanita biasa. Nawangwulan bergabung kembali bersama
bidadari lain.
Akibat hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat
habis. Ketika persediaan gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan
selendangnya, yang ternyata disembunyikan suaminya di dalam lumbung.
Nawangwulan tidak menyangka bahwa selama ini suaminya
sendiri yang menyembunyikan selendangnya. Ia sangat marah dan kecewa terhadap suaminya. Ketika
Jaka Tarub sampai di rumah setelah berburu di hutan, Nawangwulan bertanya
kepada Jaka Tarub kenapa ia menyembunyikan selendangnya. Jaka Tarub terkejut
ketika Nawangwulan bertanya tentang hal itu. Jaka Tarub meminta maaf kepada
istrinya dan menjelaskan kenapa ia menyembunyikan selendangnya. Ia melakukan
hal itu agar Nawangwulan tidak pernah kembali lagi ke khayangan.
Namun, Nawangwulan yang terlanjur marah dan kecewa tidak
mau mendengarkan perkataan dan permintaan maaf Jaka Tarub. Ia bertekad akan
kembali ke khayangan. Jaka Tarub memohon agar istrinya tidak kembali ke
khayangan. Tetapi, Nawangwulan tetap
dengan pendiriannya.
Setelah kepergian Nawangwulan, Jaka Tarub sendiri yang
merawat putri kecilnya. Mulai dari memberi makan, memandikan semua dilakukannya
sendiri. Hingga suatu hari Nawangsih sakit, Jaka Tarub bingung harus melakukan
apa. Ia ke telaga tempat di mana ia dan Nawangwulan bertemu. Ia
memanggil-manggil nama Nawangwulan agar segera kembali ke bumi.
Di khayangan, Nawangwulan sedang bingung apakah ia akan
kembali ke bumi atau tidak. Jika ia kembali ke bumi maka ia akan menjadi
manusia seutuhnya dan tidak akan pernah kembali lagi ke khayangan. Tetapi jika
ia tidak kembali lagi ke bumi, bagaimana dengan Nawangsih yang sedang sakit.
Nawangwulan bercerita kepada para bidadari dan meminta nasihat apa yang harus
dilakukannya saat ini.
Akhirnya Nawangwulan kembali lagi ke bumi dan menjadi
manusia seutuhnya. Ia tidak akan pernah bisa kembali ke khayangan lagi. Jaka
Tarub yang melihat Nawangwulan kembali merasa sangat senang. Nawangwulan
berkata bahwa ia akan tinggal di bumi selamanya dan menjadi manusia seutuhnya. Ia
berkata akan memulai kehidupan barunya di bumi bersama Nawangsih dan Jaka
Tarub. Mereka kemudian hidup bersama dan menjadi keluarga yang bahagia.
1.
Unsur Instrinsik
•
Tema : Kecerobohan membawa malapetaka
•
Alur : Maju
•
Latar :
ü Tempat : desa, rumah Jaka Tarub, telaga, dangau,
hutan, lumbung padi, dapur
ü Waktu : pagi hari, sore menjelang petang, malam,
siang
ü Suasana : bahagia, sedih
•
Sudut pandang : Orang ketiga
•
Ragam bahasa : Baku
•
Tokoh :
ü Jaka Tarub
ü Dewi Nawang Wulan
ü Nawang Asih
ü
Nyi Randa Taru
ü Bidadari
•
Penokohan :
ü Jaka Tarub : Berwatak pembohong, tidak menjaga
amanah,
setia, penolong. (Secara Dramatik/tidak langsung)
dengan
Fikiran tokoh.
ü Nawang Wulan : Berwatak penyayang,
perhatian, pekerja keras, pemaaf. (Secara Dramatik/tidak langsung)
dengan Dialog antartokoh.
ü Nyi Randa Taru : penyayang,tulus,
baik
ü Nawang Asih : setia
ü Bidadari : egois
•
Amanat : Segala sesuatu yang
disembunyikan, pasti akan terbongkar, juga. Oleh karena itu, kita harus jujur
dan tidak melanggar amanah. Selain itu, sebagai manusia, kita harus
saling memaafkan.
2.
Unsur Ekstrinsik
1.
Nilai Moral : - Jaka Tarub mengambil
selendang Nawang Wulan
- Jaka Tarub melanggar amanah dari Nawang Wulan
2.
Nilai Sosial : - Nyi Randa mengasuh Jaka Tarub yang bukan anak kandungnya
- Jaka Tarub menolong Nawang Wulan
3.
Nilai Budaya : - Nawang Wulan menumbuk padi
- Pemberian nama pada Nyi Randa Taru seperti kebiasaan
masyarakat Jawa.
4.
Nilai Ekonomi : - Persediaan beras di lumbunf padi mereka menipis
MALIN
KUNDANG
Suatu ketika, hiduplah seorang anak yang rajin dan pintar
bernama Malin Kundang. Dia tinggal di pantai dengan ibunya yang tua. Mereka
hidup harmonis dan cukup bahagia meskipun hidup dalam kemiskinan.
Suatu hari, sebuah kapal besar berlabuh ke pantai dekat desa
Malin. Orang-orang dari kapal besar meminta masyarakat untuk bergabung dan
bekerja di kapal mereka karena mereka akan pergi ke berdagang antar
pulau. Malin Kundang sangat tertarik, ia ingin bergabung dengan kapal
besar karena ia ingin meningkatkan kualitas hidup keluarganya. Tapi, Ibu Malin
khawatir dengan Malin, sehingga Malin tidak mendapatkan izin dari ibunya.
Kemudian, Malin masih terus argumen sampai ibunya berkata ya. Akhirnya, ia
bergabung dan berlayar bersama kapal besar tersebut.
Setelah lima tahun kemudian, Malin Kundang menjadi pedagang
yang kaya karena dia sukses di perdagangan Antar Pulau. Setelah itu, ia menikah
dengan putri cantik dari pedagang kaya yang lainnya. Kemudian, dia kembali ke
desanya dengan istrinya yang cantik tersebut. Istrinya tidak tahu
keluargasebenarnya dari Malin dan keturunannya. Mendengar berita baik tersebut,
Ibu Malin berjalan cepat mendekati Malin dengan kebahagiaan. Dia membawa
sepiring kue Bika karena Malin sangat menyukainya. Tapi, apa yang ia dapatkan,
Malin bertindak seolah tidak pernah tahu siapa dia. Malin tidak mengakui bahwa
perempuan tua itu sebagai ibunya yang miskin, dan kemudian dia menendang kue
Bika yang dibawa oleh ibu Malin sampai hancur berkeping-keping.
Sang ibu sangat patah hati karena Malin durhaka dengan dia,
wanita yang mengurusinya dari kecil dantelah melahirkannya. Kemudian, ibunya
mengatakan bahwa jika dia bukanlah malin yang dai kenal, dia akan pergi dengan
kebahagiaan. Tapi, jika ia benar-benar Malin, dia mengutuk Malin menjadi batu.
Tiba-tiba, kapal besar Malin Kundang terombang-ambing oleh
hujan besar dan badai. Hal itu membuat semua kru di kapal besar tesebut terpental
keluar. Malin menyadari bahwa itu kesalahannya yang durhakakepada ibunya.
Guntur datang ke kapal besar dan kapal terbagi bagi menjadi banyak kepingan.
Beberapa potongan datang ke desa malin itu. Akhirnya, ibunya menemukan Malin
Kundang sujud dan ia menjadi batu.
1.
Tema : Kedurhakaan terhadap
Orang Tuanya
Bukti :
Terletak pada paragraph ke 4
“Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah
berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang
compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin
seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang
kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak
sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan
dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya. “
2.
Tokoh
a. Malin
Kundang
b. Ibu
Malin Kundang
3.
Perwatakan
a. Malin
Kundang : Protagonis dan Antagonis
Bukti : Terletak pada Paragraf ke 2 dan 4
“Malin
Kundang bermaksud untuk pergi merantau ke negeri seberang guna merubah nasib
hidup dan masa depannya”(Protagonis)
“Akan
tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui
wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya
tidak punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak
tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu
kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak
disangka anak yang disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan
durhaka kepadanya.” (Antagonis)
b. Ibu
Malin Kundang : Baik Hati dan Penyayang ( Protagonis )
Bukti : Terletak pada paragraph ke 1 dan 2
“Jadilah
Malin Kundang anak yatim, yang sehari-hari dirawat dan dibesarkan oleh ibunya
dengan mencari kayu api atau menangkap ikan di tepi pantai. Dengan penuh kasih
sayang Malin Kundang dibesarkan ibunya hingga beranjak remaja.”
“Sang
ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai dengan cucuran air mata.
Tinggallah ibunya seorang diri dan berdo’a semoga Malin Kundang berhasil di
rantau orang.”
4.
Alur : Maju
5.
Latar
a. Latar
Tempat : Di Pantai Air Manis
Terletak
Pada Paragraf ke 1 : “Alkisah, hiduplah seorang perempuan miskin di sebuah
kampung nelayan di Pantai Air Manis.”
Terletak
pada paragraph ke 2 : “Pada suatu hari di tengah deruan ombak pantai Air Manis,
Malin Kundang mengutarakan maksud hatinya kepada ibunya”
Terletak
pada paragraph ke 3 : “Bulan berganti, tahun berlalu, terdengarlah berita dari
nakhoda yang sering berlabuh di Pantai Air Manis.”
Terletak
pada paragraph ke 4 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa
Malin Kundang di pantai Air Manis.”
Terletak
pada paragraph ke 6 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa
Malin Kundang di pantai Air Manis.”
b. Latar
Waktu : Siang dan Malam
Terletak pada paragraph
ke 3 dan 4 : “Tiap malam sang ibu berdo’a semoga Malin Kundang segera kembali.
Sungguh sang ibu sangat merindukannya. “ (3)
“Hati sang ibu tersayat
bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan
dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”(4)
c. Latar Suasana : Bahagia dan Menyedihkan
Terletak pada paragraph
ke 2 : “Sang ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai dengan
cucuran air mata.”
Terletak pada paragraph
ke 3 : “Alangkah bahagianya ibu Malin
Kundang mendengar kabar baik tersebut.”
Terletak pada paragraph
ke 4 : ““Malin, Malin, ini ibu nak“, sahut ibu sambil berlinangan air mata
karena bahagianya. Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan
sombong, ia tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang
compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin
seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang
kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu tersayat bak
sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan
dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”
6.
Amanat :
“ Janganlah durhaka
terhadap orang tua apalagi terhadap ibu kita. Durhaka terhadap orang tua
apalagi terhadap seorang ibu merupakan perilaku yang tercela dan sangat dilarang
oleh agama. Ingatlah bahwa Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Oleh
karena itu, berprilaku baik dan lemah lembut lah terhadap ibu kita.”
7.
Sudut Pandang : Orang Ketiga.
Unsur
Ekstrinsik
·
Ekonomi : Keluarga yang
miskin dan memprihatinkan .
·
Budaya : Adat Padang.
Keong Mas
Raja Kertamarta
adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi
Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan
oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan
bijaksana.
Tapi saudara
kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena
Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek
sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga candra
kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek
sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi
sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.
Suatu hari seorang
nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas
dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi
dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai digubuknya ia kaget
karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa yang
memgirim masakan ini.
Begitu pula
hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek
pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah
menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek menegurnya ” siapa
gerangan kamu putri yang cantik ? ” Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir
menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku ” kata keong emas,
kemudian candra kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek itu tertegun
melihatnya.
Sementara pangeran
Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun
mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya
tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati.
Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan
mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya
padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu
dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata
kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul
burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu
diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa
dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia
menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena
perbekalannya sudah habis. Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik
jendela ia melihatnya tunangannya sedang memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang
karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada saat itu muncul nenek pemilik
gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu pada nenek. Akhirnya
Raden Inu memboyong tunangannya keistana, dan Candra Kirana menceritakan
perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf
kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman yang
setimpal. Karena takut Galuh Ajeng melarikan diri kehutan, kemudian ia
terperosok dan jatuh kedalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan
Raden Inu Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek dadapan yang baik
hati itu keistana dan mereka hidup bahagia.
a Unsur Intrinsik
a) Tema
: Seseorang yang hidup dalam kemiskinan dan terlalu banyak bermimpi.
b) Alur
: alur yang di gunakan adalah alur Maju
c) Gaya
bahasa : dalam teater ini menggunakan
makna Denotasi, dan terdapat puisi dan pantun
d) Latar
:
·
Tempat : Rumah Abu, Pabrik, di Jalan.
·
Waktu : malam, pagi, dan siang.
·
Suasana: Menyenangkan dan menyedihkan
e) Tokoh dan
watak :
1. Emak
: Licik, dan pembuai
2. Abu
: Pemalas, miskin, dan selalu bermimpi
3. Iyem
: Cerewet, dan Suka marah-marah
4. Yang
Kelam : Jahat,
5. Bulan
: Baik, tidak tegaan, dan mudah menangis
6. Majikan
I
: Gagah, garang atau galak
7. Majikan
2
: Baik, lebih mengerti Abu
8. Pengeran
tampan : Penghibur, penolong. Dan lucu
9. Putri
cina
: Genit
10. Jin
Baghdad : Jahat
11. Kakek
: Baik hati
12. Bel
: Penolong
13. Pasukan yang
kelam
14. koor
f)
Sudut Pandang : Sudut Pandang yang digunakan adalah Sudt
pandang orang ketiga
g) Amanat
: jika kita ingin sukses kita harus berusah janfgan hanya bermimpi dan
berkhayal
RORO
JONGRANG
Alkisah
pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang bernama
Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja
yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan
juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara
itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan kerajaan
Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan
dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai
seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata sakti yang
bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso.
Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala
tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso
untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala
keinginannya.
Hingga
Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja
Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan
Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya yang
berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya
di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu
Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya
Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas
karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan
Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian
Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana
Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.
Pada
saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat
seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro
Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung
Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah
seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar
pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan
kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena
telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro
Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah
berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung
Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu.
Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro
Jonggrang?”,Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua
buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar
syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung
menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya,
karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.
Pada
malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu
sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar
perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi
dan sumur dengan sangat cepat.
Roro
Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan,
karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja
yang belum mereka selesaikan.
Roro
Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak
dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah
berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan
membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan
pembuatan candi.
Roro
Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana.
Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami,
membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.
Mendengar
perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama
kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau
harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.
Melihat
langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara
Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari
sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat
Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari
belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”
Para Jin tersebut tetap pergi, dan
tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa
sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun
sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang.
Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui kegagalan Bandung
Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal
memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.
Mendengar kata Roro Jonggrang
tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung
Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang
menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk
menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”
Berkat kesaktian Bandung Bondowoso,
Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini
dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut
dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di
sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.
Unsur intrinsik pada Legenda :
1. Tema : Asal Mula Candi Prambanan
2. Seting
a. Tempat : Prambanan
b. Waktu : Malam hari dan Pagi hari.
c.Suasana : Menegangkan dan
Menakutkan.
3.Alur : Maju.
4.Penokohan
a. Antagonis : Bandung Bondowoso dan
Loro Jonggrang.
b. Figuran : Rakyat, Tentara, Para
jin.
5.Amanat : Jadilah orang yang
menepati janji jika tidak ingin balasanya tertimpa pada diri sendiri.
6.Sudut pandang :Orang ke tiga.
7.Gaya bahasa : Majas,peribahasa.
Unsur Ekstrinsik : Bernilai social,
nilai pendidikan, Budaya
TELAGA WARNA
Kalau kita pergi
ke daerah Puncak, Jawa Barat, di sana terdapat sebuah telaga yang bila dilihat
pada hari cerah akan terkesan airnya berwarna-warni. Telaga itu namanya Telaga
Warna dan konon merupakan air mata tangisan seorang ratu.
Zaman dahulu,
ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja.
Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana.
Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di
negeri itu.
Semua sangat menyenangkan.
Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan
kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat
anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih
baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.
Ratu sering
murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya.. Lalu Prabu pergi
ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak.
Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil.
Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan
hadiah.
Sembilan bulan kemudian, Ratu
melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu
aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian,
ia sudah menjadi remaja yang cantik.
Prabu dan Ratu
sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan.
Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak
terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun
begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu,
Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa
hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke
istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah
yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu,
ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya
mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong,
buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang
hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin,
dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia,
karena ia sangat menyayangi Putri.
Hari ulang tahun pun tiba.
Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang,
orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika
Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi
kecantikannya.
Prabu lalu
bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta,
hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari
penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini,
karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,”
kata Prabu.
Putri menerima
kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung
ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun
rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
Itu sungguh mengejutkan. Tak
seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara.
Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisannya diikuti oleh
semua orang.
Tiba-tiba muncul
mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana
mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar
dan menenggelamkan istana.
Di hari yang
cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan.
Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di
sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung
Putri yang tersebar di dasar telaga.
A.
UNSUR INTRINSIK
1. Tema
Dalam legenda Telaga Warna bertema “Kemanusiaan”.
2. Tokoh dan watak
a. Raja Prabu
Suwartalaya :
Penyayang, baik hati, dan bijaksana.
b. Ratu
Purbamanah
: Penyayang.
c. Putri Gilang
Rukmini
: Durhaka kepada orang tua, pemarah, dan manja.
d. Penasehat Raja
3. Alur
Legenda Telaga Warna Menggunakan alur Maju.
4. Latar/Setting
a. Tempat
: Istana
b. Suasana
: 1. Menyenangkan
2. Sedih
3. Mengejutkan
4. Hening
5. Amanat
a. Kita harus menghargai setiap pemberian yang diberikan pada kita.
b.
Sebagai anak kita tidak boleh durhaka pada orang tua.
B. UNSUR
EKSTRINSIK
1. Nilai sosial
Ketika ahli perhiasan membuatkan kalung yang sangat indah
untuk putri.
2. Nilai Moral
Putri menerima kalung itu. Lalu
ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru
Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan
permatanya tersebar di lantai.
3. Nilai
Kepercayaan
Pada Saat Prabu pergi ke hutan
untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar